Skip to main content

Dimana posisi mahasiswa ilmu komunikasi?????

Aku menulis tulisan ini ketika mulai larut dalam perdebatan antaran pewarta warga dan pewarta professional. Larut dalam dilaketika akan setiap orang adalah wartawan. Merujuk pada semua bahan bacaan yang telah aku baca, setiap orang adalah pewarta. Tak ada hal yang mengkhusus pada seorang wartawan. Semua orang bisa menjadi wartawan. Bhakan dalam kuliah studi kasus pun kesimpulan yang diambil bahwa wartawan bukanlah sebuah profesi. Geliat citizen Journalism pun makin memperkokoh pendapat tersebut.

Tak perlu belajar 4- 7 tahun di universitas dengan program studi jurnalistik untuk menjadi seorang wartawan. Dengan berbekal ijazah SMA pun seseorang telah mampu menjadi wartawan. Cukup pelatihan jurnalistik dasar paling lama 3 bulan, mendapat penjelasan tetang 5 W + 1 H dan melakukan praktek penulisan , seseorang sudah dengan legal mengantongi kartu pers.

Jadi dimana letak posisi mahasiswa komunikasi khususnya konsentrasi jurnalistik. Selalu ada anggapan bahwa jurnalistik hanya mencetak wartawan. Lapangan kerja mahasiswa jurnalistik hanya pada kerja-kerja teknis.

Dan kemudian Apakah mereka memang dicetak untuk menjadi seorang wartawan? Mengapa harus masuk komunikasi dulu untuk menjadi seorang wartawan. Bukannya anak tekhnik, sastra, dan pertanian pun dapat menjadi wartawan?

Dalam sebuah media, statistic jumlah mahasiswa yang beralmamater komunikasi begitu rendah. Jadi apakah anggapan awal tadi masih harus menjadi jawaban bahwa komunikasi hanya mencetak wartawan dan pekerja public relation. Kompas yang notabenenya adalah Koran terbesar di Indonesia lebih memilih calon wartawan bukan dari luaran komunikasi dengan anggapan bahwa seorang wartawan harus memiliki kedalaman ilmu untuk mampu mengetahui akar sebuah permasalahan. Misalnya untuk wartawan ekonomi, mereka mengambil SDM dari lulusan ekonomi dan begitu juga dengan yang lain.

Jauh dari itu, mahasiswa komunikasi tidaklah dicetak menjadi hanya wartawan dan pekerja PR. Ilmu komunikasi pada dasarnya berusaha mencetak para intelektual yang paham pada kerja jurnalistik secara praktis dan juga paham pada teori-teori yang relevan dengan jurnalistik dan media. Mahasiswa komunikasi hendaknya tak hanya sekedar tahu menulis sebuah straight dan feature news tapi mampu memahami bagaimana konstruksi berita itu diproduksi. Memahami kerja media yang telah meghegemoni setiap individu. Tak hanya di jalan raya, mall, kampus, hingga kamar kost dan toilet.

Tidak hanya melahirkan kameramen dan fotografer yang tangguh dan lihai mengambil sudut pengambilan gambar, namun juga memahami bagaimana gambar menjadi sebuah penanda dan bagaimana gambar mampu berkisah. Inilah yang kemudian menjadi titik mahasiswa komunikasi berpijak.

Namun, anggapan yang selama ini ada dan beredar bahkan dikalangan mahasiswa komunikasi sendiri adalah ujung-ujungnya setelah sarjana jadi wartawan. Kecenderungan ini menyebabkan banyaknya mahasiswa hanya menjangkau wilayah praktis saja tanpa mendalami wilayah teoritis. Kampus pun tidak menciptakan sebuah suasana intelektual yang mampu memantik kami untuk turut berdiaklektika…..

(jumat, April 18, 2008)

Comments

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

babel

Sebenarnya tak ada planing untuk menonton film. hanya karena kemarin arya dan kawan-kawan ke TO nonton dan tidak mengajakku. Dan kemudian menceritakan film 300 yang ditontonnya. Terlepas dari itu, sudah lama aku tak pernah ke bioskop. Terkahir mungkin sam kyusran nonton denias 2 november tahun lalu. (waa…lumayan lama). Dan juga sudah lama tak pernah betul-betul jalan sama azmi dan spice yang lain J Sebenarnya banyak halangan yang membuat kaimi hampir tak jadi nonton. Kesal sama k riza, demo yang membuat mobil harus mutar sampe film 300 yang ingin ditonton saudah tidak ada lagi di sepanduk depan mall ratu indah. Nagabonar jadi dua, TMNT, babel, dan blood diamond menjadi pilihan. Agak ragu juga mo nonton yang mana pasalnya selera film kami rata-rata berbeda. Awalnya kami hampir pisah studio. Aku dan echy mo nonton babel atas pertimbangan sudah lama memang pengen nonton. (sebenarnya film ini udah lama aku tunggu, tapi kemudian gaungnya pun di ganti oleh nagabonar dan 300). Serta pem...

mulai ngerti

akhirnya mulai ngerti juga...meski awalnya ngejelimet ternyata sesuatu yang awalnya kita tak tahu kalo belajar jadinya bisa ya (ini pesannya mamaku) udah dini hari...harus pulang besok (nanti Pagi, maksudnya) harus kuliah pagi tengah malam nanti aku lanjutin lagi gud nite