Skip to main content

Semester akhir….sebuah kegelisahan

Akhirnya aku telah sampai di garis akhir perjalananku. Telah tiga tahun enam bulan aku melabuhkan semua mimpi di sini. Pada sebuah jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tak lama lagi gelar strata satu kan bersanding di belakang namaku. Sungguh indah membayangkannya. Namun, kemudian sadarku semester akhir inilah puncak kegelisahanku. Puncak semua mimpi harus tergapai.

Memulai sebuah proposal penelitian tidaklah mudah ternyata. Aku selalu berharap hasilnya akan sangat baik. Dan untuk membuat proposal judul yang sangat baik bukanlah hal gampang. Aku butuh membaca banyak buku. Dan memahami apa yang akan aku teliti. Aku masih harus banyak belajar.

3,5 tahun duduk di ruang kuliah. Mendengar ceramah para dosen. Mengerjakan tugas kuliah. Dan melakukan rutinitas untuk sebuah laku sebagai mahasiswa ternyata tidaklah cukup untuk mengikis kegelisahan di akhir semester. Aku pun mulai mengerti apa yang dirasakan oleh para senior-senior yang sudah berada di akhir studi. Sebuah kegelisahan yang tak hanya berakhir pada benda bernama skripsi namun juga pada tempat yang kan kau tuju setelah gelar itu mengalung dengan nidah di belakang namamu.

Saat ini seperti tak pernah kurasakan disetiap akhir studi di sekolah menengah dulu. Waktu selesai SD sudah terencana untuk ke SMP. Begitu juga ketika SMP dan SMA. Akan selalu ada jalan hendak ke mana aku. Aku masih bisa terus bermimipi. Menembus batas realitas dan orisonil. Perjalanan kala itu masih panjang.

Namun, ketika ku sadari ternyata perjalanan ini hampir berujung, aku tak lagi bisa bermimpi di luar realitas yang ada. Aku harus realistis. Aku bukanlah siapa-siapa, dan saat ini aku pun belum menjadi siapa-siapa? Kemudian haruskah aku menjadi bukan siapa-siapa? “sang Pemimpi” mengajarkanku untuk realistis. “apa yang kau maksud dengan realistis? Berbuat terbaik di titik kita berpijak”.

Aku pun harus melakukan perenungan. Apakah aku telah berbuat terbaik hingga di titik aku berpijak sekarang? Entahlah……

Seperti gerbong-gerbong kereta api dan berkas-berkas cahaya yang dilaluinya, hidup layaknya hukum relativitas ( endensor, AH). Terkadang di kala tertentu aka mamapu mengangkap berkas-berkas cahaya itu, namun di kala lain berkas-berkas itu melaluiku begitu saja. Dan mungkin itulah yang terbaik yang telah aku lakukan hingga mamapu berpijak di titik ini.

Kampus layaknya bukan lagi sebuah tujuan. Teman-teman yang tiap minggunya selalu memnuhi ruang kuliah. Saling contek tugas dosen. Atau sekedar bergosip tak ingat waktu tak lagi mampu bersua. Begitu bahagia rasanya saat ini, ketika ke kampus dan mendapatkan tiga samapi lima orang teman kuliah untuk berbagai cerita. Inikah rasanya jadi mahasiswa semester akhir?????

Semester akhir…mungkinlah bukan frase yang cocok. Sesungguhnya batas DO yang aku miliki masih begitu lama. Namun, apakah aku harus menunggu hingga semester akhir yang menjadi batas keberadaanku. Maaf, aku memilih “tidak”. Ini adalah jangka terlama aku mengenyam sebuah pendidikan (selain di SD) hampir empat tahun. Dan aku mulai bosan dengan rutinitas ini. Aku ingin segera menemukan tempat lain. akan selalu ada dua pilihan tetap di sini atau terus berjalan. Dan setiap akhir selalu barengin dengan awal.

-Rabu-20 feb 08-08.25-

Comments

Popular posts from this blog

Indecent Proposal

sumber foto : tvtropes.org Seorang bilyuner menawariku one billion dollar untuk one night stand dengannya. Aku bingung. Aku dan suami sedang tidak punya uang dan satu juta dollar begitu banyak. Mampu membiaya hidup kami. Disisi lain aku  mencintai suamiku, rasa-rasanya ini tidaklah patut. Tapi kami benar-benar tidak punya uang. Aku ingin melakukannya untuk suamiku. Aku mencintaiku dan tidak ingin melihatnya terlilit utang. Kami memutuskan mengambil tawaran itu. This is just sex bukan cinta. Ini hanya tubuhku. Aku dan suami memutuskan setelah semalam itu, kami tidak akan mengungkitnya lagi. Setelah malam itu. Kami berusaha menebus  properti kami yang jatuh tempo. Sayangnya, bank telah menyita dan melelangnya. Seorang pengusaha telah membelinya. Kami putus asa. Suamiku tiba-tiba berubah. malam itu, Ia mempertanyakan apa yang saya dan bilyuner itu lakukan. Padahal kami sepakat untuk tidak mengungkitnya. Saya menolak menjawab pertanyaannya. Saya tidak ingin lagi menginga...

Athens dan Kenangan Yang Kan Kukenang

College Green (sumber foto  di sini ) Tak cukup setahun, 9 bulan tepatnya saya menghirup udara di kota kecil Athens. Melihat daun maple menjadi merah dan berguguran. Menyaksikan salju menyulap semesta menjadi putih. Terkesima dengan rumput-rumput yang mejadi hijau, pompom dandelion yang tertiup angin, serta bunga-bunga bermekaran saat semi. Tiga musim yang tak pernah saya rasakan di kampung halaman membuat saya kagum terhadap kota kecil ini. Saya masuk pada kategori orang-orang yang begitu kagum dengan luar negeri. Ini pertama kalinya saya ke luar negeri, perjalanan ini membuka mata saya terhadap dunia di luar Indonesia. Saya menemukan hal-hal yang berbeda. Membuka pandangan bahwa saya terhadap sterotype yang saya bangun tentang luar negeri. Tak melulu baik dan membuat saya selalu rindu akan rumah.  Sembilan bulan saya merindukan rumah di tanah Athens, ketika telah menuju pulang saya mulai merindukan Athens. Dan rindu menyita tiap detik saya. Membuat saya sibuk mem...

Chinese New Year's Story (Just For Fun)

Amani : Si Ne Er Kuai Le Ara : Gong xi Gong Xi  Ara : Let's ask for angpao Amani : That's a great idea                                 After a while....... Ara  : i got cellphone Amani  :  i just got rundown program of chinese new year Ara : maybe there's money inside the paper Amani : I hope so Amani : What are you doing? Ara : I'm Checking my facebook Amani : Do you have facebook? Ara : Absolutely  Amani : let me see Ara : Wait, i wanna twit our picture   Amani : Do u also have a twitter? Ara : Sure. Do you have?  I will follow u Amani : i should ask for cellphone instead of  piece of paper Ara : Yes, you should...hahaha Ara : Anyway, let's play around. I don't know how to use cellphone Amani : oke...