Skip to main content

butet : belajar untuk bertahan hidup

Saur Marina Situmorang mungkin adalah nama yang tak begitu dikenal orang. Namun, janganlah memakai nama itu ketika ingin bercerita tentang Butet Manurung. Perempuan yang wajahnya selalu terpampang di televisi untuk sebuah iklan. Terkenal dengan sekolah rimba yang dirintisnya di 01`05’ LS -120`30’ BT di pedalaman jambi.

Aku pun hanya mengenal wajahnya melalui iklan tersebut. Meski kadang sering ke Ruma Sokola di kecamatan Mariso, namun, aku tak pernah bertemu dengannya di sana.

Selasa siang kemarin (29/01) di Gedung Mulo, aku mendapat kabar tentang diskusi buku “Sokola Rimba” yang ditulis olehnya. “Sebuah kesempatan yang bagus untuk melihatnya lebih dekat”pikirku.Sms yang kuperoleh dari Dian, relawan Sokola Makassar “ Pameran pukul 10-17 wita. Bedah buku pukul 14-17 wita”.

Tergesa-gesa aku menaiki angkot menuju Gedung Mulo. Jam di handphoneku menunjukkan angka 12.31 wita. “Aku sudah terlambat’ pikirku. Kulangkahkan kakiku dengan segera menuju Mini Hall Gedung Mulo. Namun, yang kudapati hanyalah beberapa pegawai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang sedang asyik bercengkrama.

Di teras depan Mini Hall Gedung Mulo, beberapa spanduk tentang sokola di berbagai daerah di pajang. Tak ketinggalan foto para siswa yang sedang belajr dan bermain bersama para relawan dan kader bimbingan.

Selang beberapa saat tampak kak Oceu, seorang relawan Sokola dan beberapa relawan lainnya mulai berdatangan dan sibuk menata dekorasi mini hall gudung Mulo. Tampak pula Butet Manurung yang sibuk mengangkat dua kardus besar. Ia tampak bersahaja. Meski sibuk ia masih sempat tersenyum padaku sambil berlalu lalang mempersiapkan bahan pameran.

Bayanganku tentangnya tak jauh beda dengan yang kulihat. Hanya saja tampak lebih manis dibanding di televisi dan kecil dibandingkan orang Batak pada umumnya. Kemeja coklat dan celana panjang coklat muda tampak serasi dengan sepatu kets yang senada pula.

Jarum jam telah beranjak dari angka dua siang itu, namun bedah buku “Sokola rimba”dengan tema Diskusi Pendidikan Alternatif belum juga dimulai. Pembicara yang diundang diantaranya Muh. Asmin M.Pd, Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar. Nurhadi Sirimorok dari Komunitas Ininnawa dan Muhammad Nawir, seorang pemerhati budaya.

Pukul 15.12 wita, empat orang rata-rata berusia 13 tahun menyanyikan lagu “alusu”diringi petikan gitar. Anak-anak ini adalah anak dampingan Sokola Makassar di Kecamatan Mariso. Pementasan ini menandai dimulainya diskusi buku meski kepala dinas pendidikan kota makassar,Muh.aswin M.Pd berhalangan hadir.

Di awal diskusi peserta disuguhi film documenter aktivitas pengajaran Butet Manurung taman nasional bukit duabelas, Jambi. “Mungkin orang rimba tak butuh pendidikan. Namun, ketika mereka bersentuhan dengan dunia luar dan menjumpai ketidakadilan disinilah letak pentingnya pendidikan” tutur Butet.

Butet mencatat bahwa pendidikan yang penting untuk orang rimba adalah pendidikan yang berguna bagi mereka. Misalnya ketika mereka jual lahan dan menandatangani surat kuasa. Tanpa tahu membaca mereka kana mudah ditipu. Atau ketika mereka menjual dammar dan mereka tak bisa membaca angka, mereka akan merugi.

Menurut Muhammad nawir, benang merah dari sebuah pendidikan adalah yaitu filosofi pendidikan yang membebaskan orang dari pihak-pihak yang menindas. Dan hal inilah yang menjadi konsep dari pendidikan alternative.

“Yang menarik dari buku ini adalah proses mengintegrasikan diri fasilitator dengan warga untuk menciptakan interaksi pada prose pembalajaran” katanya.

Nurhadi sirimorok melihat bahwa Butet Manurung telah melakukan upaya terjun langsung penuh tekad tanpa perlu pertimbangan. Tenggelam atau berenang. Upaya ini menjadikan butet mampu bertahan. Dalam buku Sokola Rimba ini Butet telah menyajikan dua hal yaitu resep dan proses berupa konteks dan konflik yang ada. Yang ketika akan digunakan diluar Orang Rimba perlu dilakukan proses adaptasi. Tak langsung secara mentah menelan resep yang disajikan.

“Hal inilah yang hilang dalam pembuatan kurikulum pendidikan di Indonesia. Beberapa ahli disekolahkan di Amerika setelah itu pulang dan membuat kerikulum dan disebar ke seluruh Indonesia. Melupakan konteks social di berbagai daerah”katanya

Pada awalnya hanyalah sebuah pekerjaan

Terjunnya Butet mendirikan Sokola (bahasa orang rimba artinya sekolah) adalah sebuah ketaksengajaan. Ketika ia bekerja sebagai antropolog pada sebuah LSM konservasi. Butet berusaha mencari hal yang diinginkan oleh orang-orang rimba dan apakah pendidikan penting untuk mereka.

Butet melakukan metode pengajaran dengan pendekatan yang ia temukan sendiri. Berbagai cara ia lakukan agar tumenggung (kepala suku) yang mengizinkan ia untuk mengajar. Namun ia dicaci, diusir , bahkan dianggap berpenyakit dan perempuan tidak benar (karena datang bersama dua orang teman prianya). “Sekolah bagi orang rimba adalah tabu. Menurut mereka sekolah hanya milik orang terang ( orang luar). Dan orang terang jahat dan penipu” papar Butet.

Metode “life in” (hidup bersama) menjadi cara terbaik yang digunakannya untuk dapat diterima di kalangan orang rimba. Butet yang merupakan anggota PALAWA Unpad (perhimpunan mahasiwa pencinta Alam universitas padjajaran ) mengganggap hal ini seperti kegitana naik gunung. “ aku membuat rumah sendiri dan mencari makan sendiri”. Ia pun memakai kemben. ikut melakukan aktivitas yang dilakukan orang rimba. Mengambil madu. menangkap ikan dan ikut memakan tikus.

Ia pernah ikut menjual damar dan melihat bahwa orang rimba itu ditipu oleh para pedagang. “ timbangan menunjukkan angka 3 kg dengan Rp.600 /Kg. aku membisikkan pada indok bahwa harganya Rp.3000. namun sang pedagang mengatakan Rp.2000. waktu itu mereka rugi hingga Rp.21.000”terang butet.

Berawal dari situlah orang rimba kemudian meminta untuk diajarkan. “mereka sampai rapat untuk meminta diajarkan. Namun, aku bilang sekolah di luar saja. Mereka pun menimpali ah nda suka sekolah diluar. Harus pake seragam dan jam 7 berangkat jam 12 pulang. Aku mau yang seenak aku” tutur butet.

Butet pun berkesimpulan bahwa pendidkan yang cocok untuk orang rimba adalah pendidikan yang sesuai dengan kemauan dan kebutuhan orang rimba.

Sejak saat itu, Butet pun mulai mengajarkan baca tulis. Dan hingga saat ini juga mengajarkan cara bertani dan undang-undang HAM. “ Bertani diajarkan agar mereka mampu mengelola lahan jika hutan habis dan undang-undang diajarkan agar mereka mampu bertahan dan mencegah perbuatan perambahan hutan yang terjadi di hutannya.

Pemerintah menganggap langkah yang telah dilakukan oleh Butet merupakan sebuah langkah awal untuk selanjutnya mengajarkan mereka berpakaian dan pemaksaan masuk pada keyakinan tertentu dalam sebuah bingkai proses meng-beradab-kan orang rimba.

Hal inilah yang mmebuat butet dilematis. Terus mendampingi anak-anak rimba atau menghentikan proses pengajaran yang telah ia lakukan. Namun ia beranggapan bahwa pendidikan harus memihak dan ia berpihak pada orang rimba.

Berwal dari dari hal tersebut, Butet beserta beberapa rekannya mendirikan Sokola. 13 april 2005 SOKOLA pun legal didirikan. Hingga saat ini sokola telah ada di 8 daerah di Indonesia. Diantaranya aceh, jambi, klaten yogyakarta, garut, makassar, hamlahera, flores dan yang paling terkhir adalah suku kajang di bulukumba.

Meski perintisan Sokola ini telah mengantarnya memperoleh berbagai penghargaan diataranya Woman of the year dalam bidang pendidikan dari ANTV Jakarta dan Heroes of Asia Award 2004 kategori konservasi oleh TIME, butet tetap menganggap semua yang ia lakukan hanyalah atas hoby dan kecintaannya pada alam. “hidup di alam seeprti hidup di dunia kartun. Aku membuat rumahku sendiri, mencari makan. Kalau di dunia luar aku malah takut”timpalnya.

(tulisan ini sebenarnya punya foto. tapi lama ter-up load-nya)

Comments

Popular posts from this blog

Indecent Proposal

sumber foto : tvtropes.org Seorang bilyuner menawariku one billion dollar untuk one night stand dengannya. Aku bingung. Aku dan suami sedang tidak punya uang dan satu juta dollar begitu banyak. Mampu membiaya hidup kami. Disisi lain aku  mencintai suamiku, rasa-rasanya ini tidaklah patut. Tapi kami benar-benar tidak punya uang. Aku ingin melakukannya untuk suamiku. Aku mencintaiku dan tidak ingin melihatnya terlilit utang. Kami memutuskan mengambil tawaran itu. This is just sex bukan cinta. Ini hanya tubuhku. Aku dan suami memutuskan setelah semalam itu, kami tidak akan mengungkitnya lagi. Setelah malam itu. Kami berusaha menebus  properti kami yang jatuh tempo. Sayangnya, bank telah menyita dan melelangnya. Seorang pengusaha telah membelinya. Kami putus asa. Suamiku tiba-tiba berubah. malam itu, Ia mempertanyakan apa yang saya dan bilyuner itu lakukan. Padahal kami sepakat untuk tidak mengungkitnya. Saya menolak menjawab pertanyaannya. Saya tidak ingin lagi menginga...

Sengsara Membawa Nikmat

  Judul : Sengsara Membawa Nikmat Penulis : Tulis Sutan Sati Penerbit : Balai Pustaka Midun, lelaki muda baik budinya halus pekertinya disukai warga sekampung. Namun, hal ini menciptakan kebencian Kacak, kemanakan Tuanku Laras, kepada Midun. Segala cara dilakukan Kacak untuk menjebak Midun. Hingga akhirnya ia menyewa pembunuh untuk menghabisi nyawa Midun. Untungnya, Midun masih mampu menghindar dari tikaman pisau. Namun perkelahian itu menjebloskan Midun ke penjara. Membuatnya terpisah dari keluarganya. Penderitaan tak berhenti di situ, di penjara pun Midun menerima siksaan. Hingga masa ia bebas, ia memilih tak pulang ke Bukit Tinggi. Ia memilih mengadu nasib ke Betawi mengantar Halimah, perempuan yang ditolongnya pulang ke Bogor. Di tanah Jawa inilah lika liku hidup membawanya menjadi asisten demang dan pulang ke tanah Padang.  Judul buku ini cukup mencerminkan cerita lengkap sang tokoh utama. Kemalangan silih berganti menimpa sang tokoh utama. Namun berpegang pada keyakinan ...

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang pen...