Skip to main content

Bobo dan Nostalgia Masa Kecil


Beberapa waktu lalu sebuah akun jualan buku online mengumumkan kalo dia punya majalah Bobo tahun 1990an. Saya tiba-tiba tertarik untuk mengoleksinya. Awalnya agak ragu untuk memesan. Namun, keinginan impulsif untuk memilikinya. Lagian Ara pun kini sudah bisa membaca. Hitung-hitung bisa menjadi bahan bacaan buatnya. Jadi semacam pencampuran antara kenangan masa lalu dan keinginan untuk bernostalgia dengan alasan anak bisa baca, saya pun memngorder beberapa majalah yang usianya sudah duapuluhan tahun itu.

Saya tersenyum sendiri ketika majalah-majalah itu datang. Ada tiga majalah Bobo yang bertanggal tahun 1990an. Saya mengingat pada tahun-tahun itulah saya pertama kali membeli majalah Bobo. Sampulnya bergambar Paman Gembul dengan potret kecil pemeran Kesatria Baja Hitam, Kotaro Minami, sebagai profil. Saat itu saya sama sekali tidak mengerti profil itu apa. Yang pasti kalo profil selalu berisi tentang orang trus ada biodatanya. Sampe sekarang pun ga tau definisi asli profil itu. Hahahaha. Setiap lembar dari halaman majalah itu aku baca. Sampai iklan-iklannya saking senangnya. Di Bengo tahun 1990an memiliki buku bacaan itu sangatlah mewah, karena harus jauh ke kota buat membeli. Membacanya serasa melakukan lompatan ilmu pengetahuan. Ibukota dimana segala sesuatu ada dan terjadi terasa dekat. Hal-hal inilah yang mungkin tidak akan pernah dialami dan dipahami oleh Ara dan Anna. 

Kubuka sampul majalah itu. Ilustrasinya sangat sederhana. Gambar keluarga Bobo dengan pewarnaan seadaanya. Latar belakang gambarnya pun hanya beberapa objek. Ara tidak tertarik membukanya. Saya tidak bisa menyalahkannya. Standar buku menarik baginya adalah yang penuh warna dan glossy. Dibuat dengan aplikasi gambar yang canggih. Baginya sampul majalah Bobo itu sangat aneh. Ia tidak pernah tahu bahwa gambar sederhana itu pernah memukau seorang anak kecil seusia dia di tahun 90an.

Saya membaca rubriknya. Cerita keluarga Bobo selalu ad a. Tapi favoritku adalah Simpang Rana, Uji imajinasi, dan Iseng-iseng. Beberapa jawaban dan hal-hal unik dari rubrik itu masih saya ingat sampai sekarang. Pernah sekali ada yang mengirim foto ke Simpang Rana dengan gambar Papan nama Sekolah Dasar bertuliskan SD Negeri Setan. Saya terkesima membacanya. Antara takjub, geli, dan tidak percaya. Kalo zaman sekarang hal-hal unik kayak gitu udah ga terlalu mengejutkan. Buka google sedikit kita bisa nemuin banyak yang aneh-aneh. Bahkan malah yang diedit dan hoaks pun banyak. Saya tidak lagi akan takjub tapi malah jadinya skeptis. Jadinya mix feeling yang saya dapat  masa kanak-kanak kala membaca simpang rana pun ga ada lagi. Untuk uji imajinasi, sebuah pertanyaan dan jawaban yang tidak pernah saya lupa sampai sekarang adalah pertanyaan, jika kamu ketemu peri  dan memberimu tiga permintaan, kamu mau minta apa? Dan jawaban yang tak terlupakan itu adalah "pada permintaan ketiga saya akan meminta tiga permintaan lag. Begitu seterusnya". What????? Awesome answer!!!!!! Saya yang masih lugu itu terperangah dengan jawaban cerdas itu. Entah siapa yang menjawabnya. Bahkan sejak saat itu saya meniatkan diri jika suatu waktu saya bertemu peri dan diberi tiga permintaan saya akan menjawab hal yang sama dipermintaan ketiga. Sampai sekarang saya masih meniatkannya. Wkwkwkwkwkwk.

Sayangnya, rubrik uji imajinasi dan simpang rana itu sudah tidak lagi ada di majalah bobo yang terbit sekarang. beberapa rubrik diganti ke curhatan masalah keseharian dengan psikolog. Entah, permasalahan kids jaman now sudah begitu rumit dibanding kids jaman old kayak gue. Yang pasti, rubrik-rubrik majalah Bobo tua itu tidak begitu menarik buat Ara. Mungkin benar seperti kalimat bijak dari Imam Ali bin Abi Thalib  "Didiklah anak-anakmu sesuai zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu".

Saya tidak boleh membandingkan masa saya dan masa Ara dan Anna. Saya dengan zaman majalah Bobo yang harus dibeli di Watampone, sementara ia cukup mengucapkannya di google maka ia bisa tau terbitan terbaru. Saya yang bermain masak-masak  dengan daun dan bata, sedang ia bermain dengan plastisin dan pasir kinetik. Saya yang hanya menonton TVRI dan RCTI, sementara ia menonton Youtube dan punya channel sendiri. 

Maka dari itu saya harus banyak belajar agar mampu mendidiknya menjadi pribadi yang lebih baik. Zamanku bergerak lamban, sementara zamannya bergerak cepat. Namun, sesekali saya ingin mengajaknya merasakan yang saya rasakan kala kanak-kanak dulu. Dan majalah bobo vintage ini menjadi semacam jembatan yang mengantar kami ke sana.

Bogor, 29 oktober 2017

Comments

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,