Skip to main content

Masakan Gagal Membuatku Jatuh Cinta Pada Suami



Coto Makassar Homemade


Apa yang perlu dibanggakan? Melakukan hal-hal kecil dengan hasil yang memuaskan. Seperti memasak. Sesorean tadi saya berjuang dengan seonggok daging,parsel lebaran dari kantor suami saya. Tradisi lebaran dengan menu istimewa selalu dirayakan baik dari keluarga suami saya maupun dari keluarga saya. Waktu kecil, malam sebelum lebaran selalu menjadi malam yang paling sibuk. Mamaku akan sehari semalam berada di dapur. Saya turut mengambil peran kecil semisalnya mencabuti bulu ayam atau membungkus buras ( nasi lemak, makanan khas bugis). Mama akan berada di dapur hingga semua menu untuk berlebaran besok selesai. Tak jarang ia begadang menunggu tungku menyala agar burasnya masak. Sebuah laku yang dulu saya pikir begitu susah dan berat. Masak sampai tengah malam? Mending tidur kali.
  
Namun, seperti kata bijak yang sering didapati di buku novel, kita tidak pernah memahami sesuatu sampai kita berada pada posisinya dan melihat dari sudut pandangnya. Tradisi merayakan lebaran dengan makanan enak selalu berusaha suami saya jaga. Saya kadang pengennya skip aja masaknya, toh bisa makan di warung. Tapi jauh dari rumah, tidak mudik, semangat lebaran takkan terasa jika tidak ada tradisi memasak menu spesial. Sejak daging parsel suami datang saya sudah meniatkan diri untuk membuat coto makassar. Saya belum pernah membuat coto makassar. Memasak daging pun hanya sekali pas lebaran tahun lalu yang terasa seperti karet. Tapi kali ini entah karena habis nyari resep tentang cara mengolah daging, baca resep coto makassar dan  menilainya cukup  gampang, maka saya pun memberanikan diri membeli semua bahan-bahan yang dibutuhkan.

Buat saya, kunci memasak yang enak salah satunya adalah memastikan semua bahan lengkap agar rasanya tidak aneh. Kemudian patuhi resep. Meski kadang resep sedikit ngawur. Tapi pada point inilah esensi dari memasak itu. Belajar menemukan solusi yang tidak dijelaskan dalam resep.  Si daging hampir memilih jadi karet. Untungnya pas lagi masak, saya browsing cara bikin dia empuk. Pake pepaya atau nenas. Tapi karena keduanya tidak ada maka yang saya lakukan ada memukulnya hingga lunak. Somehow, cara ini benar-benar berhasil.  Dagingnya empuk. Kuahnya terasa pas. “Besok bakal nda malu buat bagi ke tetangga”, kataku dalam hati.

Saya selalu merasa ajaib dan takjub pada diri sendiri tiap kali berhasil memasak sebuah makanan.  Sebabnya adalah tak jarang saya menemui kegagalan saat mencoba memasak baik  resep-resep yang tidak pernah saya praktekkan sebelumnya maupun yang cukup saya kuasai. Namun suami selalu menmberi dukungan. Peran suami  mengingatkan saya pada  pepatah, “The way to a  man’s heart is through his stomatch”. Yakinlah, saya tidak memiliki magic finger yang mampu membuat makanan lezat yang mampu membuat suami saya jatuh cinta, kemampuan memasak saya masih rendah. Namun, kupikir bukan pada hasil dari racikan makanan yang menentukan jalan menuju hati suami saya. Tapi lebih kepada proses yang saya jalani untuk meracik sendiri makanan untuknya dan anak kami. 

Tak jarang saya gagal menyihir bahan makan menjadi sajian yang lezat, namun ia selalu menyediakan lidahnya untuk mencicipi dan perutnya untuk menampung masakanku ala kadarnya. Tanpa kritikan pedas dan mematahkan semangat. Ia akan memberikan kalimat-kalimat memotivasi sembari menyusupkan kekurangan-kekurangan dari masakanku tanpa pernah membuatku  merasa rendah hati dan berhenti untuk memasak. 

Memasak adalah caraku untuk membuatnya jatuh cinta. Masakan-masakan lezat selalu berhasil membuatnya memujiku setinggi langit. Namun masakan-masakan gagal selalu membuatku menemukan diriku yang jatuh cinta padanya. Pada penerimaannya akan keterbatasanku. Pada pemahamannya akan diriku yang berusaha menyajikan masakan lezat untuk keluarga kami tiap hari. He knows how to find a way to my heart through his stomatch.
 
Dan untuk semangkok coto makassar yang telah kubuat, saya yakin telah membuatnya jatuh cinta.
Bogor, Juli  2015



Comments

  1. Dehhhh kalo Pai itu banyak mi gank kritikannya kalo aneh masakanku >.< paling sering kepedisan atau keasinan :p

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signatu...

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Aku Mencintaimu, Tapi Kamu Menyakitiku Sayang

Aku memulai rutinitasku. Menanti hari dari senin dan berharap jumat. Menghitung 120 jam yang harus aku lalui. Menunggui detik beranjak dari titik nolnya hingga ke detakke 7200nya. Duniaku berotasi pada poros rutinitasnya.pada poros yang telah kutandatangani 6 bulan silam. Aku tak pernah sanggup meninggalkanmu. Tapi kau sapa aku dengan lembut dan kau katakan padaku “Kita perlu belajar menggapai hari. Dan sesekali kamu perlu merasakan moment meninggalkanku”. Aku pergi. Berjarak 420 km dari titik berpijakmu. Aku masih terus berotasi dan kutemukan bahwa kaulah poros itu. Rutinitasku penuh oleh bayangmu. Bayangbayang yang selalu menemani tiap kerjaku. Menjadi penyemangat kala ada salah dan marah menyelusup dalam rutinitasku. Menemaniku 120 jamku hingga datang jumat sore. Hari di mana aku dengan bebas menghubungimu meski raga kita taksempat bersentuh. Menunggui suaramu di ujung telepon meski hanya suara. Lintang dan bujur kita tak berubah jauh.meski rotasiku masih berporos padam...