Skip to main content

Mencicipi Mujigae


View lantai 2 Mujigae, Botani Square

Mungkin kalian berpikir, “Telat banget nyicipin Mujigae?”. Sama. Saya juga berpikir hal yang sama. Restoran Korea ini sudah menahun membuka cabang di Bogor. Kenapa baru sekarang nyicipinnya?
Saya punya pembenaran akan hal ini. Pertama, suami saya bukan tipe petualang kuliner,hmmm, nda juga sih. Dia lebih ke tipe bukan petualang kuliner Korea. Dia lebih suka mencoba makanan Jepang, Thailand, Arab. Tapi untuk Korea, dia tidak pernah sedikit pun tertarik. Telah lama saya mengajaknya mencoba mencicipi makanan Korea. Mulai dari mie Samyang,  Jajanan pinggir jalan seperti Toppoki atau fish cake, hingga pernah sekali order kimchi, dia tidak pernah tertarik untuk memakannya. Hanya fishcake yang pernah dia coba dan masuk diakal menurutnya.

Kedua, karena tidak pernah berhasil membujuk suami buat makan di restoran Korea , maka saya pun jarang memiliki kesempatan buat menjajal kuliner ini. Sesekali jajan Samyang instant  yang dijual di mini market. Sesekali beli toppoki di Korean Street Food di Plaza Ekalokasari, Bogor.

Ketiga, saya juga ga mau maksain selera saya pada suami dan anak-anak. Jika harus makan di luar paling aman nyari kuliner yang sudah akrab di lidah. Mendengar komentar “nda enak” dari mereka apalagi kalo tempat makan itu pilihan saya cukup menganggu. Takutnya sudah beli porsi banyak, mereka ga mau makan, maka saya yang berkewajiban menghabiskan semuanya. Hell No!
Dari alasan-alasan itulah saya tidak pernah kesampaian makan di Mujigae. Satu dari sedikit tempat makan khas korea yang ada di Bogor.

Dekorasi Mujigae

Tadi siang, saya berkesempatan keluar bentar (2 jam) tanpa membawa anak-anak. Suami dengan ikhlas menjagain mereka di rumah.  Setelah  Anna bobo siang dan Ara disogok cemilan, maka sukseslah saya ke Mal. Rencana awal mau ke Ada Swalayan buat belanja, tapi karena berangkat sendiri, jadinya saya ada kesempatan buat nyoba makanan di Mujigae. Saya pun memilih ke Botani Square. Satu-satunya Mal di Kota Bogor yang punya restoran Korea.

Sebelum ke sana saya mencari tau dulu makanan apa yang direkomendasikan di sana. Kalo  pun bingung, kuncinya adalah cari yang paling murah. Biar ga neyesel amat kalo ga enak. Jam 4 sore saya tiba di Mujigae. Restorannya cukup rame. Karena sendiri, Eonnienya menawarkan kursi di lantai dua.
Pemandangan dari lantai dua lumayan bagus. Lengkap dengan view lantai 3 Botani Square. Tak lupa musik Korea yang mengalun entah dari boyband mana. Saya bertanya-tanya, apakah mereka pernah memutar playlist selain lagu Kpop.

Menu yang saya pilih dan jemari lincah mas pramusaji mencetin tab pesanan saya

Pramusaji menyilakan saya duduk dan menawarkan apakah perlu melihat menu atau tidak. Saya meminta menu, tapi dengan pilihan yang sudah ada dalam kepala saya. Saya mau makan makanan paketan. Biar bisa mencoba berbagai rasa. Menurut sang pramusaji, signature dishnya Mujigae adalah Toppoki. Tapi saya sudah meniatkan untuk memesan paketan. Pilhan saya jatuh pada spicy bulgogi, japchae, kimchi, mandu dan nasi. Minumnya saya memesan Ice Sweet Jasmine Green Tea.
Dipesan melalui tab yang terpasang di meja. Pramusajinya sangat menolong. Aku tinggal ngomong mau apa dia yang pencet-pencetin di aplikasi.

Tidak butuh lama sebaki makanan tiba di depanku. Agak berantakan. Mungkin karena si kimchi yang berair dan tertata tidak elok di piring. Kesan pertama, “kok keliatan dingin ya makanannya”. Saya mengambil sumpit. Susah ternyata menggunakan sumpit besi untuk mengambil seiris daging bulgogi. Saya pun memilih sendok saja. Sendok yang tersedia pun sangat khas Korea. Gagang panjang dan kecil serta bagian cidukan makanan yang pas di mulut. Saya pun mengganti  sumpit dan memilih menggunakan sendok.

Ternyata bulgogi dan japchaenya hangat.  Rasanya enak meski tak begitu wow di lidah saya. Saya serasa makan tumis daging yang sering saya bikin di rumah. Japchaenya pun seperti bihun goreng yang bisa kamu beli di warung makan. Bedanya cuma di jenis bihunnya aja. Kalo bihun lokal lebih tipis dan kecil. Bihun Japchae lebih panjang dan besar.

Ekspektasi kimchi pun tidak sesuai harapan saya. Pernah sebelumnya saya mengorder kimchi setengah kilo di Instagram. Rasanya benar-benar ga beda jauh dengan itu. Padahal saya berharap kimchinya agak beda.  Mungkin karena kesan orang-orang yang pernah dari Korea atau yang sering saya nonton di tivi kalo kimchi itu enak banget. Menurut saya, rasanya ga beda jauh dari asinan bogor. Malah asinan Bogor masih lebih keterima di lidah saya dari si kimchi ini.

Pesanan saya

Mandu pun memberi kesan yaang begitu jauh dari harapan saya. Karena keseringan nonton Restaurant on Wheels :USA, sebuah reality show tentang makanan dari Korea, maka Mandu yang  diartikan pangsit memiliki tingkat ekspektasi tinggi di kepalaku. Di Reality Show itu Mandu divisualisasikan begitu enak. Digoreng hingga kecoklatan dan dicocol kecap asin. Maka saya membayangkan akan berkata “delicious” ketika menggigit mandu di hadapanku.

Nyatanya, Mandu yang saya makan kurang kriuk. Penampakannya malah kelihatan dikukus saja. Mandunya perlu digoreng hingga benar-benar berenang di minyak. Biar teksturnya garing di luar empuk di dalam. Trus ga ada cocolan kayak jalangkote yang bisa meningkatkan rasa. Padahal kalo ada bisa sedikit menyelamatkan ekspektasi saya.Untungnya ada kuah bulgogi yang bisa dipakai mencocol mandu setengah garing itu. Jasmine Green tea cukup membuat saya mengakhiri santapan dengan nikmat. Rasa manisnya segar. Tunggulah sampai esnya mencair banyak biar  manisnya sedikit berkurang.

Secara keseluruhan sih rasanya dari menu yang saya pilih sih biasanya aja. Bukan tipe kuliner yang memesona lidah. Apalagi untuk saya yang pertama kali mencicipi makanan di Mujigae. Saya berharap pas memakan makanan korea ini, saya menemukan rasa yang baru dan memesona lidah. Beda ketika saya mencoba  kari Udon di Marugame.

Untung juga saya ga ngajakin suami ke Mujigae. Bisa ngeluh dia dengan makanan yang biasanya. Saya belum mencoba toppoki dan bibimbapnya sih, bisa jadi rasa ini melampaui imajinasi saya. Tapi untuk sekarang, kayak sudah cukup sayamencoba makanan Korea. Mungkin belum saatnya juga saya mencoba Korean BerBeque yang lagi marak di kota Bogor.Sekali lagi karena suami ga begitu tertarik.

Eniwei, karena tadi keluar ijinnya mau ke Swalayan Ada, sampai detik ini suami belum tau kalo tadi saya makan di Mujigae. JIka post ini tayang di Blog, saya yakin dia bakal tau dan berkomentar “Apa kubilang tidak enak  toh”. LOL

Bogor, 30 Juni 2019

Comments

Popular posts from this blog

Punya KTP Amerika

Akhirnya saya punya KTP Amerika. Sok pamer? Mungkin iya. Gaya juga masuk dalam kategori itu. Secara selama ini saya cuma punya KTP Bone dan KTP Baubau. KTP Makassar saja nda punya sama skali. Padahal hidup di  Makassar hampir 5 tahun. Nah, dapat KTP Amerika yang disini lebih dikenal dengan nama State ID itu penting buat kelangsungan hidup saya di Athens. Meskipun tinggal 6 bulan lagi, tapi untuk mengisi dompet dengan kartu berbahasa Inggris saya anggap sedikit perlu. Biar sedikit gaya dan jadi kenang-kenangan kalo pulang nanti. Ngantri bikin State ID Saya sudah lima bulan tinggal di Athens dan baru ngurus State ID. Ckckckcckck. Padahal saya nda ada kerjaan di rumah. Telat pasalnya yang harus nemenin pergi ngurus sibuk kuliah. Pas musim libur ini baru deh sempat ditemani bikin. Saya menganggap penting State ID itu hanya karena persyaratan untuk menjadi anggota perpustakaan di Athens Library perlu pake State ID. Saya sangat ingin membaca serial ketiga The Lost Hero-nya Rick Ri...

Asyiknya Berkirim Kartu Pos

Kartu pos untuk teman-teman di Indonesia. Beberapa minggu ini saya lagi senang-senangnya berkirim kartu pos. Membeli kartu pos di court street. Menuliskan nama dan alamat yang akan dikirimkan. Menuliskan pesan yang akan disampaikan. Dan membawanya ke kantor pos dan memposkannya. Prosesnya itu begitu menyenangkan buatku. Terlebih lagi ketika orang yang saya kirimi kartu pos mengabarkan kalo kartu posnya sudah sampai, rasanya seperti mission completed deh. Selain mengirimkan kartu pos ke teman-teman di Indonesia, saya juga bergabung di Postcrossing . Sebuah web yang menyatukan para penggemar kartu pos seluruh dunia. Saya menemukan web Postcrossing ini tak sengaja ketika sedang mencari informasi berapa harga prangko untuk kartu pos luar negeri. Caranya gampang, daftar di webnya, kemudian kamu akan menerima 5 alamat yang harus kamu kirimi kartu pos. Saat pertama join kamu harus mengirim kartu pos. Ketika kartu pos itu diterima, maka alamat kamu akan disugesti untuk dikirimi kartu po...

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signatu...