Skip to main content

Ketika Iphone Saya Hilang

inilah pertama kalinya saya kehilangan handphone. Handphonenya pun merek Apple. Dulu saya menganggap saya cukup bisa menjaga barang-barang. Tidak lalai dan tidak pelupa. Tapi, seperti sebuah ucapan kuno "untung tak bisa diraih, malang tak bisa ditolak". Dan akhirnya saya harus merasakan kehilangan sebuah benda yang buat saya cukup mewah.

Saya merunut kejadiannya. Naik angkot 05 bersama Ara menuju Mall BTM. Saya ingat jelas handphone itu saya bawa karena sempat saya bercermin pada layarnya. Kemudian kusimpan di tas. Selanjutnya tidak pernah lagi saya pegang hingga perjalanan pulang di atas ojek. Sembari merogoh tas saat ojek mengendara tak kutemukan benda segi empat itu. Hati saya kemudian terasa kosong. Iphone saya hilang. Benda itu kenang-kenangan saat tinggal di Athens, Ohio. Penuh dengan foto-foto dan video Ara yang belum sempat saya pindahkan ke Laptop suami.

Saat tiba di rumah, kupinjam handphone tetangga untuk menghubungi handphoneku. Sudah tidak aktif. Seingatku tak pernah kukeluarkan dari tas. Sayangnya, tasku hanyalah totebag yang penutupnya hanya berupa perekat biasa. Seseorang pada sebuah kesempatan bagus mungkin mengambilnya dari tasku.

Rasanya-rasanya setelah ini saya tidak lagi akan memakai Iphone. Untuk membelinya perlu merogoh kocek sangat dalam. Memakai Iphone pun karena beli bekas sebagai pengganti hadiah Iphone suami yang juga hilang di Amerika.

Saya merasa kehilangan, sedih pasti. Tak bisa lagi main internet atau Ara nonton Pocoyo lewat youtube. Tapi saya selalu belajar dari suami saya, bahwa tak ada guna mengutuk keadaan. Jika hilang ya mau diapakan lagi. Ia telah sampai pada masa kadaluarsanya bersama kita.

Saya menarik napas dalam-dalam, tidak peduli apapun yang hilang. Asal Ara tetap bahagia. She is my cure.
Saya hanya merasa bersalah pada suami karena handphone itu dari dia. Tapi saya yakin dia akan berkata "it's okay".

I really need him now....

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone