Skip to main content

Saya Percaya Paralel Universe Ada


Semester satu di kelas filsafat. Dosen pengajar yang sudah mulai tua menjelaskan dengan nada serak di kursi pengajarnya "tiada ada itu tiada yang ada adalah ada". 

Kelas itu terasa membosankan. Mengapa perlu ada matakuliah filsafat yang begitu membosankan ini. Tidak bisakah kita langsung belajar mata kuliah jurnalistik atau relasi publik. Gerutuan yang aku lontarkan kala menunggu dua jam berlalu untuk keluar dari kelas ini. 

Beberapa malam lalu, saya terlibat diskusi yang cukup serius dengan suami. Selama ini pembicaraan kami kalo bukan soal Ara, kerjaan kantornya, apa yang kubuat di rumah, ya bercanda lucu-lucu. Dialog serius adalah ketika membahas masalah keluarga atau tema tertentu. Pembicaraan waktu itu tergolong serius. Jika menyangkut diskusi, saya selalu menjadi orang yang banyak mendengarkan. Saya menganggap diri saya belajar, mengingat suami saya lebih paham terhadap banyak hal dan lebih bijak menilai sesuatu. 

Topik pembicaraan malam itu mengenai filsafat. Ia mencerahkan pikiran saya akan kusutnya penguasaan filsafat saya di semester awal saya kuliah. Saya akhirnya paham perkataan dosen saya kala itu. "Sesungguhnya tiada yang tiada. Yang hanyalah ada adalah ada". Ah, jika saja dosen filsafat saya kala mata kuliah itu adalah suami saya, saya yakin saya tidak akan kebingungan. 

Sambil menonton Sex and The City, saya tiba-tiba mengalami pencerahan yang lain. Saya percaya paralel universe itu benar adanya. Berdasar pada percakapan akan semesta dengan suami. Jikalau bumi, matahari, planet, dan galaksi serta bintang-bintang yang maha luas di luar sana adalah makro cosmos, maka dalam otak manusia, alam pikiran yang sibuk dengan kegalauan, masalah negara, ide-ide perubahan, diputusin pacar, dan segala yang bisa dipikirkannya adalah mikro kosmos. 

Nah, dimana letak keberadaan paralel universe? Dari hasil diskusi dengan suami, konsep ada itu tidak mesti hadir pada dimensi materi. Meski sesuatu tak berwujud, namun kita mampu memikirkannya, dia ada pada  bentuk pemikiran. Misalnya tidak ada naga di dunia ini, tapi dia ada dan hadir di alam pikiran. 

Maka, pada ide tentang alam yang paralel dimana segala hal terjadi berkebalikan dengan kenyataan di realitas bisa saja terjadi selama kamu memikirkannya. Anggaplah, kamu diputusin pacar. Terus di mikro kosmos (baca : dipikirkan) kamu bayangin tetap bersama dia, ide kebersamaan ini eksis. Semesta pikiranmu membentuk ide itu ada. Maka berangkat dari pemahaman itulah saya mempercayai bahwa alam paralel benar-benar ada. Hahahaha. 

Mengutip Ara yang menyukai kata Imagination, dia selalu bilang "Mama, Ara bisa gambar. Karena Ara punya Imagination", sambil nunjuk kepalanya. "Ara pintar karena ada imagination gambar, imagination main, imagination help mama". Menurutku Ara sudah sampai pada titik memahami mikro cosmos. 

Enyway, penjelasan ini adalah interpretasi bebas dari pillow talk sama suami. Kalo ada kekeliruan semata-mata karena saya yang tidak paham sama sekali.  

Bogor, 3 Juni 2015

Comments

Popular posts from this blog

Alas Kaki Nyaman, Hati Senang

  sumber foto : Facebook Be.Bob Kata seorang teman memilih alas kaki   sama seperti memilih pasangan hidup,   harus cari yang nyaman. Alas kaki nyaman buat saya adalah sandal jepit, tapi tidak semua kondisi pas dengan sandal jepit.. Saat kuliah saya pun dituntut memakai sepatu. Berhubungan karena ngekost maka alas kaki hendaknya memiliki syarat murah, kuat, dan tahan lama serta pas untuk model casual , feminine , atau sporty . Pilihan saya jatuh pada flat shoes . Karena kostku lumayan dekat dengan kampus, saya cukup jalan kaki. Sepatu yang saya kenakan harus bercumbu dengan berdebu dan beladus karena sinar matahari. Paling menyedihkan ketika musim hujan dan air menggenang, saya mengakalinya dengan jalan kaki menggunakan sandal jepit dan memakai sepatu saat tiba di kampus. Tak jarang saya harus menanggung malu karena persoalan alas kaki.  Pernah sekali saya diusir saat mengenakan sepatu sandal di perkuliahan yang dosennya mengharuskan menggunakan...

Di Braga Saya Jatuh Cinta Pada Bandung

Hampir 10 tahun tinggal di Bogor, sepertinya hanya tiga kali saya ke Bandung. Di tiap kedatangan itu Bandung selalu memberikan kesan tersendiri buat saya. Kali pertama ke Bandung, tahun 2013. Kala itu belum pindah ke Bogor. Saya, suami, dan Ara yang masih berusia 3 tahun menghadiri acara nikahan teman di Jogjakarta. Ala backpacker kami lanjut naik kereta ke Bandung. Perjalanan yang memakan waktu cukup lama yang bikin pantat tepos. Belum lagi sambil momong anak yang pastinya ga begitu nyaman duduk di kereta. Dalam kelelahan kami menjelajah Bandung. Belum ada gocar atau grabcar kala itu. Seingatku kami hanya ke gedung sate. Itu pun sambil jalan kaki. Bandung ini first impression tidak berhasil membuat saya kagum. Kami ke Cihampelas Walk. Selain malnya yang berkonsep eco friendly, tidak ada yang istimewa. Bandung failed to make me wowing.  Perjalanan kedua kala Anna hampir dua tahun. Pakai mobil via Cianjur. Berangkat jam 5 pagi. Ketemu macet di Cianjur. Jam masuk kerja para peg...

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...