Skip to main content

Foto-Foto Penyimpan Kenangan

Pagi ini saya iseng menyalakan laptop Toshiba jadulku. Sudah lama nda pernah menggunakan laptop itu. Terakhir ketika mengcopy semua file-fileku untuk saya bawa ke Amerika. Sudah hampir dua tahun. Kepemilikannya pun sudah saya serahkan ke kakak Ipah. Entah kenapa pagi tadi saya tergerak untuk menggunakannya. Ngetik untuk sebuah cerita yang udah menggantung di kepala. Mungkin saya sudah harus disiplin untuk menulis. 

Anyway, pas Ara bangun ia dengan kegirangan meminta diputarkan Pocoyo. Too bad tak ada satu pun video kartun di laptop itu. Ada kartun Chibi Maruko Chan, sayangnya tak bisa dinyalakan lewat Windows Media Player. Sedangkan Winampnya tidak mampu menampilkan video. Entah komputer saya yang jadul atau saya yang oon. Karenanya saya pun menggantikan hiburan berupa slides show foto-foto Ara kala bayi. Jurus ini ampuh untuk meredakan tuntutan Pocoyo. 

Ia takjub melihat foto-foto bayinya. Saya ternganga menyaksikan ia melihat foto-foto itu. Seperti menyaksikan film pendek tentang pertumbuhan Ara. Dan menyadari sang living artist ada di depan saya menikmati tontonan tentang dirinya. 

Baru dua tahun memang, tapi perubahan itu begitu jelas. Ia yang dulunya bayi kecil. Kemana-mana sangat gampang saya gendong. Belum banyak tuntutan. Belum main timezone. Rewelnya sisa disumpal nenen. Tidurnya sangat teratur dan mampu saya prediksi. Kugendong dengan seluruh tanganku mendekap tubuhnya. Bayi kecil itu kini bertumbuh. Menjadi anak gadis kecil dengam sejuta keceriaan dan kreativitas. Tubuhnya menjadi tinggi. Sudah kegedean jika saya gendong. Kemauannya adalah perintah. Tangisnya adalah ancaman. Timezone pun menjadi tempat yang wajib dikunjungi jika ke mall. Ia penuh imajinasi. Bibir kecilnya berusaha merangkai cerita yang tak kujangkau khayalan. Jemari sibuk melukia udara, melukiskan gambar- gambar imajinasinya.

Foto adalah intrumen masa silam.  Pengembali kenangan. Kenangan adalah jejak masa lalu yang tersisa. Tak melulu baik dan indah. Kadang sedih dan berurai air mata. Mungkin terdengar terlalu drama tapi bukankah tak ada yang mampu menebak hati. Dan setiap hati memiliki ceritanya masing-masing. Kupikir orang yang paling berbahagia adalah orang-orang yang mampu mengingat kembali semua kenangannya meski baik dan buruk dan tetap tersenyum. Mereka tidak lagi bersedih akan masa lalu melainkan mengambil pelajaran darinya. Mereka yang mampu tetap berdiri adalah mereka yang telah menaklukkan masa lalu. Mereka adalah sang survivor. Jiwa mereka telah ditempa oleh berbagai peristiwa hidup. Dan mereka tetap mampu tegak, mengangkat kepala dan tersenyum. Mungkin sedikit berujar sombong " have been there, done that. I'm survive". 

Semoga kami adalah orang-orang yang berbahagia itu. Orang-orang yang berdiri tegak dan tersenyum. Terus berdiri ketika terjatuh. Menyembuhkan luka dan tidak bersedih. 

Ah, hidup masihlah penuh imajinasi indah di usia belianya.Tak perlu korecoki dengan begitu banyak petuah sok bijak yang kelak mungkin tidak berguna. Ia masih harus belajar menggosok gigi dan mencuci bajunya sendiri. Kuakhiri saja cuap-cuap tidak jelas ini. 

Saya sempat memotret beberapa fotonya dan membuat reka ulang dengan properti yang sama.  Saya memajangnya sini sebagai pengingat akan ia yang terus bertumbuh. (*)

           Ara 3 bulan vs Ara 31 bulan

  Atas : Ara 31 bulan di atas bounchernya. Bawah : Ara 7 bulan 

Kiri : Ara 2 tahun 7 bulan
  Kanan : Ara 3 bulan

Atas : Khanza (3th) Ara (1th)
Bawah : Khanza (4th) Ara (2th)

Bone 8 Maret 2014

Comments

Popular posts from this blog

Alas Kaki Nyaman, Hati Senang

  sumber foto : Facebook Be.Bob Kata seorang teman memilih alas kaki   sama seperti memilih pasangan hidup,   harus cari yang nyaman. Alas kaki nyaman buat saya adalah sandal jepit, tapi tidak semua kondisi pas dengan sandal jepit.. Saat kuliah saya pun dituntut memakai sepatu. Berhubungan karena ngekost maka alas kaki hendaknya memiliki syarat murah, kuat, dan tahan lama serta pas untuk model casual , feminine , atau sporty . Pilihan saya jatuh pada flat shoes . Karena kostku lumayan dekat dengan kampus, saya cukup jalan kaki. Sepatu yang saya kenakan harus bercumbu dengan berdebu dan beladus karena sinar matahari. Paling menyedihkan ketika musim hujan dan air menggenang, saya mengakalinya dengan jalan kaki menggunakan sandal jepit dan memakai sepatu saat tiba di kampus. Tak jarang saya harus menanggung malu karena persoalan alas kaki.  Pernah sekali saya diusir saat mengenakan sepatu sandal di perkuliahan yang dosennya mengharuskan menggunakan...

Di Braga Saya Jatuh Cinta Pada Bandung

Hampir 10 tahun tinggal di Bogor, sepertinya hanya tiga kali saya ke Bandung. Di tiap kedatangan itu Bandung selalu memberikan kesan tersendiri buat saya. Kali pertama ke Bandung, tahun 2013. Kala itu belum pindah ke Bogor. Saya, suami, dan Ara yang masih berusia 3 tahun menghadiri acara nikahan teman di Jogjakarta. Ala backpacker kami lanjut naik kereta ke Bandung. Perjalanan yang memakan waktu cukup lama yang bikin pantat tepos. Belum lagi sambil momong anak yang pastinya ga begitu nyaman duduk di kereta. Dalam kelelahan kami menjelajah Bandung. Belum ada gocar atau grabcar kala itu. Seingatku kami hanya ke gedung sate. Itu pun sambil jalan kaki. Bandung ini first impression tidak berhasil membuat saya kagum. Kami ke Cihampelas Walk. Selain malnya yang berkonsep eco friendly, tidak ada yang istimewa. Bandung failed to make me wowing.  Perjalanan kedua kala Anna hampir dua tahun. Pakai mobil via Cianjur. Berangkat jam 5 pagi. Ketemu macet di Cianjur. Jam masuk kerja para peg...

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...