Skip to main content

Aku Menunggumu Di Imlek Tahun Ini

Aku melangkahkan kaki memasuki klenteng itu. Patung-patung dewa mulai dibersihkan. Cat merah dan lukisan dewa dewi yang menghiasi dinding klenteng dipoles kembali. Beberapa sudut klenteng yang mulai rusak dipugar kembali. Batang-batang lilin telah dijejer. Lampion-lampion digantung di depan klenteng. Udara bercampur wangi dupa. Ada puluhan batang hio terbakar di dalam sebuah wadah piala besar ditengah ruangan.
Ada ibu separuh baya yang sedang bersembahyang. Hio di tangannya ia lambaikan. Beberapa pengurus klenteng bersiliweran di dalam klenteng. Tak ada yang mengubris kehadiranku. Sudah tak ada lagi wajah-wajah yang aku kenal. Mungkin usia mereka telah sepuh untuk mengurus klenteng.Klenteng ini adalah satu-satu klenteng di kota kecil tempatku tinggal. Aku banyak menghabiskan masa kecilku bermain di klenteng ini. Sekalipun aku bukan penganut konghucu tapi kelenteng ini menyimpan kenangan masa kecilku juga tentang seorang kawan.
Ia setahun lebih tua dari aku. Matanya sipit kulitnya putih rambutnya lurus. Seperti keturunan tiong hoa pada umumnya. Meskipun ia cina tapi ia satu sekolah denganku di sekolah negeri. Saat itu belum ada sekolah khusus warga tiong hoa di kota kami. Kami sekelas. Sekalipun warga tiong hoa adalah warga minoritas di daerah kami tapi mereka bergaul dentgan baik dengan masyarakat pribumi. Begitu juga para anak-anaknya bergaul dengan bebas dengan anak-anak lainnya. Dan Irwan, adalah teman china yang paling akrab denganku. Rumah kami tidak berjauhan. Di sekolah kami tempat duduk kami sejajar. Pulang sekolah kami pasti bermain bersama. Kadang bermain bola dihalaman depan mesjid atau menemaninya berlatih bela diri di klenteng. Ia anggota tim barongsai di kota kami. Saat bulan puasa tak jarang ia ikut bermain di halaman mesjid sebelum sholat taraweh. Menunggu buka puasa di mesjid bahkan ikut sholat berjamaah. Aku pun sering ikut bersembahyang di klenteng. Jika menemaninya berlatih barongsai, ia akan menyodorkan hio yang ujungnya sudah terbakar padaku. Aku pun patuh. Mengikuti gerak tangannya. Dia tampak khusuk dalam ibadahnya. Diam-diam aku selalu memperhatikannya berdoa.
Di kota kecil kami perbedaan bukanlah menjadi pembeda untuk saling berinteraksi. Toleransi agama begitu tinggi. Setiap pemeluk agama bebas melaksanakan ritual keagamaan. Tak ada saling meninggikan atau merendahkan. Saat puasa dan berlebaran warga tionghoa turut serta bersuka cita dan membantu warga muslim semisalnya membersihkan mesjid atau membawa buka puasa ke mesjid. Saat lebaran pun mereka datang bersilaturahmi. Begitu pula saat perayaan imlek. Warga muslim berkunjung ke rumah warga tionghoa. Saling bersalaman dan mengucapkan selamat tahun baru. Anak-anak diajarkan tidak untuk saling melihat perbedaan, tapi melihat perbedaan sebagai warna yang indah. Karena tak ada larangan untuk saling mengunjungi tempat ibadah. Bermain-main bahkan ikut melakukan ritual. Bagi para warga, anak-anak itu adalah kertas putih yang memiliki pengetahuan sendiri. Tak perlulah para orang tua melarang mereka untuk sesuatu yang belum terlalu mereka pahami. Agama adalah hak pribadi. Dan kelak anak-anak tersebut akan paham dan mampu memilih.
Saat imlek, irwan selalu mengajakku ke rumahnya. Memakan kue dan dodol. Saat akan pulang mamanya akan menyodorkanku angpao. Amplop merah bertuliskan cina yang tidak pernah aku tahu apa artinya. Irwan pun dengan cueknya menjelaskan padaku bahwa itu adalah mantra pengusir setan, seperti yang biasa aku lihat di film hantu cina. Berbicara soal mengusir setan, aku pernah mengajari irwan bacaan ayat kursi. Ia bahkan menghapal surah al fatihah dan al ikhlas. Aku yang saat itu masih lugu menerima penjelasan tentang gambar amplop itu tanpa bertanya lagi. Toh isinya lebih penting. Uang yang nominalnya cukup besar untuk dijajakan. Ia sering meminjamiku majalah anak-anaknya. Aku yang tidak bisa langganan majalah karena ekonomi keluarga selalu senang kalo dia menitipkan majalah yang sudah dibacanya padaku. Ia sangat suka membaca. Buku dan majalah menjadi barang yang paling sering diberikannya padaku.
Kami bersama-sama hingga kelas 6 SD. Saat SMP ia pindah ke daerah lain bersama keluarga intinya. Tapi setahuku ia masih memiliki tante yang berkerabat dekat dengannya di kota ini.Tak pernah lagi kudengar kabarnya. Hampir 15 tahun aku tak pernah lagi bertemu dengannya. Apakabarnya ia sekarang? Besok imlek, masihkah ia merayakannya? Kuambil beberap hio yang belum terbakar. Kujulurkan ujung pada lilin yang menyala. Kutatap patung dewa di depanku. Kutundukkan kepalaku sambil berbisik "aku harap menemuimu di imlek ini".(*)
"Selamat tahun baru cina, Ko Irwan. Aku Menunggumu Di Imlek Tahun Ini. Tapi kalo nda ketemu semoga panjang umur dan bisa bersua".
Ps : minjam namamu dan beberapa cerita yang sedikit dimodifikasi.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

  1. Irwan ini Universal sekali hidupnya...apakah ada yg sepertinya?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Alas Kaki Nyaman, Hati Senang

  sumber foto : Facebook Be.Bob Kata seorang teman memilih alas kaki   sama seperti memilih pasangan hidup,   harus cari yang nyaman. Alas kaki nyaman buat saya adalah sandal jepit, tapi tidak semua kondisi pas dengan sandal jepit.. Saat kuliah saya pun dituntut memakai sepatu. Berhubungan karena ngekost maka alas kaki hendaknya memiliki syarat murah, kuat, dan tahan lama serta pas untuk model casual , feminine , atau sporty . Pilihan saya jatuh pada flat shoes . Karena kostku lumayan dekat dengan kampus, saya cukup jalan kaki. Sepatu yang saya kenakan harus bercumbu dengan berdebu dan beladus karena sinar matahari. Paling menyedihkan ketika musim hujan dan air menggenang, saya mengakalinya dengan jalan kaki menggunakan sandal jepit dan memakai sepatu saat tiba di kampus. Tak jarang saya harus menanggung malu karena persoalan alas kaki.  Pernah sekali saya diusir saat mengenakan sepatu sandal di perkuliahan yang dosennya mengharuskan menggunakan...

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Di Braga Saya Jatuh Cinta Pada Bandung

Hampir 10 tahun tinggal di Bogor, sepertinya hanya tiga kali saya ke Bandung. Di tiap kedatangan itu Bandung selalu memberikan kesan tersendiri buat saya. Kali pertama ke Bandung, tahun 2013. Kala itu belum pindah ke Bogor. Saya, suami, dan Ara yang masih berusia 3 tahun menghadiri acara nikahan teman di Jogjakarta. Ala backpacker kami lanjut naik kereta ke Bandung. Perjalanan yang memakan waktu cukup lama yang bikin pantat tepos. Belum lagi sambil momong anak yang pastinya ga begitu nyaman duduk di kereta. Dalam kelelahan kami menjelajah Bandung. Belum ada gocar atau grabcar kala itu. Seingatku kami hanya ke gedung sate. Itu pun sambil jalan kaki. Bandung ini first impression tidak berhasil membuat saya kagum. Kami ke Cihampelas Walk. Selain malnya yang berkonsep eco friendly, tidak ada yang istimewa. Bandung failed to make me wowing.  Perjalanan kedua kala Anna hampir dua tahun. Pakai mobil via Cianjur. Berangkat jam 5 pagi. Ketemu macet di Cianjur. Jam masuk kerja para peg...